Bila Hidup Uji, Baru Kita Nampak Siapa Yang Benar-benar Ada
Bila Hidup Uji, Baru Kita Nampak Siapa Yang Benar-benar Ada

Saat diuji, kita mula melihat siapa yang tetap ada di sisi.
Hidup ini bukan selalunya indah. Kadang-kadang kita berjalan atas jalan yang kita sangkakan lurus, tanpa disedari tiba-tiba ada lubang besar yang membuat kita jatuh terduduk. Saat itulah kita mula menoleh ke sekeliling. Siapa yang hulurkan tangan? Siapa yang berpaling muka? Dan siapa yang langsung tidak kelihatan, walaupun sebelum ini selalu ada di sisi ketika kita tertawa?
Catatan ini lahir bukan untuk mengungkit luka lama, jauh sekali untuk menuding jari.. Tetapi untuk berkongsi sebuah rasa — rasa yang semua orang, saya yakin, pernah lalui. Bila hidup uji kita, baru kita nampak dengan mata hati: siapa yang benar-benar ada, dan siapa yang hanya sekadar singgah untuk sementara.
Saat Hidup Menggoncang — Ujian Yang Pernah Mengubah Segalanya
Saya masih ingat, tahun 1998 — ayah saya kemalangan, dan koma hampir enam bulan. Dunia saya, dan dunia kami sekeluarga, seperti runtuh dalam sekelip mata. Setiap hari kami akan ke hospital, dan setiap hari itu jugalah saya lihat ibu menahan air mata di depan kami adik-beradik. Ketika itu, saya baru menapak ke alam sekolah menengah, usia masih hijau, jiwa masih belajar erti dewasa. Saya anak sulung — dan saya harus belajar jadi ‘kepala’ keluarga waktu itu, walaupun masih mentah.
Dalam tempoh itu, saya lihat sendiri siapa yang setia datang ziarah, dan siapa yang hulur bantuan walau sekadar sekeping roti untuk kami alas perut di hospital. Dan saya juga sedar, ada yang hilang entah ke mana. Nama mereka ada dalam senarai sahabat, tapi wajah mereka tak pernah muncul.
Siapa Yang Benar-benar Ada — Mereka Yang Diam, Tapi Setia
Yang benar-benar ada waktu kita jatuh, selalunya mereka yang kita tak sangka. Bukan yang paling bising bersorak waktu kita berjaya. Bukan juga yang paling banyak kata manis waktu kita senang. Tetapi yang datang senyap, duduk di sebelah, dan hanya berkata, “Aku ada, kalau kau perlukan.”
Saya masih ingat seorang jiran yang tak pernah rapat, tiba-tiba jadi penyelamat kami sekeluarga. Dialah yang akan bawa kami ke hospital bila ada kecemasan, dan dialah juga yang tolong beli kan barang dapur waktu ibu tak mampu untuk keluar.
Saya juga ingat seorang kawan sekolah, yang tak banyak cakap tapi setiap hari datang beri kata-kata semangat buat saya. Kata-katanya ringkas, tapi cukup untuk buat saya rasa tak keseorangan.
Yang Hilang Saat Kita Perlukan — Belajar Redha & Maafkan
Bila hidup menguji, memang ada yang hilang. Ada yang kita sangka akan jadi tempat bersandar, rupanya mereka pun hilang dalam kabus waktu kita paling perlukan mereka.
Redha itu ubat. Dan bila kita belajar memaafkan, kita akan rasa lebih ringan. Sebab akhirnya, hidup ini bukan tentang siapa yang lari — tapi tentang siapa yang tetap ada walau kita hanya punya airmata dan lelah.
Apa Saya Belajar — Ujian Buka Mata, Tapi Tutup Luka Dengan Syukur
Bila saya toleh semula ke belakang, saya sedar: ujian ini bukan untuk buat kita lemah. Tapi untuk buka mata kita untuk lihat dunia.
Hari ini, saya lebih menghargai mereka yang ada dalam senyap. Ibu yang setia dalam diamnya. Adik-adik yang kecil tapi waktu itu cuba faham apa itu duka. Sahabat-sahabat yang tak banyak kata, tapi hadir bila diperlukan.
Dan saya ingin pesan pada pembaca semua: jangan tunggu diuji baru kita cari siapa yang ada. Hargailah mereka sekarang. Ucapkan terima kasih sekarang. Kerana bila kita jatuh nanti, bukan suara sorakan yang kita cari. Tapi genggaman tangan yang diam tapi setia.
Nota Penulis
Saya tulis ini dengan hati yang pernah terluka, tapi sudah lama belajar memaafkan. Hidup ini sekejap cuma. Rugi kalau kita biar dendam menyesakkan dada, atau lupa menghargai insan yang setia tanpa suara.
Kadang-kadang, saya terfikir sendiri — kalau Tuhan tak datangkan ujian itu dulu, mungkin saya tak akan pernah nampak siapa yang ikhlas dengan saya. Mungkin saya tak akan tahu bahawa kekuatan itu datang bukan dari diri sendiri sahaja, tapi dari doa orang yang sayang kita, dan dari tangan yang menepuk bahu kita saat kita hampir rebah.
Saya menulis catatan ini bukan untuk menunjuk baik, jauh sekali mengharapkan simpati. Ini hanyalah suara hati yang ingin mengingatkan diri sendiri, dan kalau ada yang membaca sampai di sini — terima kasih kerana sudi singgah di ruang kecil ini.
Saya percaya, setiap kita ada cerita masing-masing tentang siapa yang benar-benar ada waktu susah. Setiap kita pernah merasa peritnya diuji, dan manisnya disokong tanpa banyak bicara. Kalau kamu sedang melalui fasa sukar sekarang, percayalah... kamu tidak keseorangan. Mungkin bukan semua orang nampak deritamu, tapi yakinlah, Tuhan sentiasa tahu.
Dan untuk mereka yang sentiasa ada — ibu, adik-beradik, kawan yang setia, jiran yang tak berkira — doakan mereka selalu. Kerana mereka ini rezeki yang tak ternilai, hadiah yang jarang disedari ketika hidup kita sedang tenang.
Catatan ini, saya tulis perlahan-lahan, di satu malam yang sunyi, di antara bisik hujan yang turun membasahi bumi. Moga setiap baitnya dapat jadi cermin untuk diri saya sendiri — agar jangan lupa menghargai mereka yang benar-benar ada, sebelum mereka pergi.
Jika kamu sedang diuji hari ini, kuatlah walau sedikit. Dan kalau tak mampu kuat, cukup sekadar jangan berhenti berharap.
🌿 Baca Artikel Lain
💌 Langgan Blog
Kalau suka tulisan-tulisan di sini, jemput langgan blog ini untuk baca setiap catatan baharu terus ke email kamu.
✍️ Ditulis oleh Eamyz Remy Jalal — seorang penulis bebas yang menulis dari hati, tentang hidup, rasa dan cerita kecil yang ada makna.
Kenali Remy lebih lanjut →
Ulasan